Chasing The Wrong One


chasing the wrong one

Chasing The Wrong One

by Authumnder

TWICE’s Mina & 17’s Junhui | Hurt/Comfort, Work-Life

Myoui Mina punya banyak sekali impian, sayang ia mengejar satu yang salah.

+++

“Wen Junhui! Kau Wen Junhui, bukan?”

Tak sekalipun dalam kehidupannya Mina melesat secepat ini, menerobos sekumpulan manusia yang sibuk mengantre giliran dengan begitu kalap. Kini setelah ia sampai di tujuan awal, segala sesuatu yang tadinya menumpuk di otaknya runtuh seketika, meninggalkannya terdiam dengan napas memburu sementara laki-laki yang dikiranya Wen Junhui memandanginya dengan sorot mata tidak mengenali.

Tidak mungkin. Mina menggelengkan kepalanya sekali, lalu dua kali, lantas berkali-kali ketika ia menyadari kenyataan kalau sosok di depannya ini benar-benar tidak mengetahui identitasnya. Sejenak, pikiran kalau figur ini bukan Wen Junhui yang ia cari mampir, namun Mina menepisnya cepat-cepat.

“Wen Junhui, bukan?” terpaksa ia mengulang tanya.

Laki-laki itu menelengkan kepalanya sedikit, dengan ekspresi bingung dan penuh keragu-raguan mengangguk.

Kelegaan membanjiri Mina. Ia tahu instingnya tentang pemuda ini tak mungkin salah. “Kau tak ingat padaku?” tanyanya lagi, tiba-tiba merasa bodoh. “Aku—”

“Mina Myoui.” Mendadak Junhui mendongak, menyuguhkan selengkung senyum manis yang menjadi alasan utama mengapa Mina berlarian memintas antrean. “Ya, ‘kan?”

Ya Tuhan. Ya Tuhan. Mina meremas bagian bawah kemejanya dengan erat, tak sanggup mengalihkan fokusnya dari sosok ini. Perasaannya campur aduk, tumpah ruah dalam dadanya seperti badai dan tornado yang berkomplot untuk menghancurkan pertahanannya, dan Mina tidak tahu. Ia tak tahu harus melakukan apa, mengatakan apa, karena Wen Junhui terasa begitu jauh dan konstan, ada namun entah teraih atau tidak, seperti pasir di lautan luas dalam genggamanmu—perlahan-lahan, mereka akan meluncur turun dan meninggalkan aroma asin di tanganmu yang kosong.

Gerakan tangan Junhui merobek lamunan Mina. Laki-laki itu mengulurkan tangannya ke depan. “Hai, sudah lama sekali, bukan?” ujarnya dengan sikap ramah seorang teman.

Tapi Mina tak ingin menjadi teman. Itulah masalahnya.

“Aku-aku…” ia terbata berusaha membentuk sebuah kalimat runtut yang dapat dipahami. Usahanya gagal, ia hanya sanggup menunjukkan senyuman miring sakit hati. Lantas sebuah ide mampir di kepalanya, dan Mina tak kuasa untuk menepisnya. “Maukah kau makan malam denganku?”

+

Perjumpaan perdana mereka terjadi sembilan tahun yang lalu.

Myoui Mina baru saja berulang tahun keenam belas ketika ia memutuskan untuk melarikan diri dari rumah, bertandang ke Korea Selatan dengan pundi-pundi uang yang tidak banyak, hanya untuk menemukan kenyataan kalau hidup itu teramat sulit. Ia hanya seorang remaja pemarah berpikiran pendek, dan mungkin Tuhan ingin menghukumnya atas tingkah kurang ajar terhadap orang tuanya dengan mengirimkan seorang kriminal yang merampas habis uangnya yang tersisa. Tak perlu waktu lama, Myoui Mina berubah dari gadis berkecukupan menjadi gadis sebatang kara yang jauh dari rumah.

Kalau ada satu hal yang Mina banggakan dalam hidupnya selama enam belas tahun, itu adalah tubuh langsingnya. Sekarang? Tidak lagi. Orang-orang di sini menolaknya bekerja lantaran mereka mengira Mina masih di bawah umur dan ia tidak terlihat seperti seseorang yang kuat melakukan banyak pekerjaan. Bagian di bawah umurnya memang benar, Myoui Mina toh hanya gadis enam belas tahun. Tapi bagian lemahnya? Tidak bisa dipercaya. Mina amat marah, tapi ia tak punya pilihan lain.

Ia sudah begitu putus asa dan berniat untuk kembali ke Jepang saja, sampai seseorang menawarinya bekerja di sebuah bar malam yang lumayan terkenal saat itu. Tentu saja Mina menyambar kesempatan itu, ia memalsukan identitasnya dan, terima kasih Tuhan, diterima. Sayang seribu sayang, segalanya tidak berjalan semulus itu. Pekerjaannya sebagai gadis di balik konter mengharuskannya berkontak langsung dengan para pelanggan, dimulai dari laki-laki di awal 20-an sampai pria paruh baya. Mina tidak merasa canggung sama sekali, ia sudah terbiasa hidup dikelilingi lawan jenis, tapi segalanya berubah ketika para pelanggan pria itu mulai mengusiknya. Gangguan verbal tentu tak masalah, tapi fisik? Mina tidak bisa menerimanya.

Puncaknya adalah ketika seorang lelaki di akhir 30-an memegang bokongnya. Mina begitu murka sehingga ia berbalik dan memutuskan untuk meninju laki-laki itu. Bajingan itu terlontar mundur, tapi bangkit lagi dan siap menyerang Mina, sampai sefigur lain turun tangan dan menahan serbuan yang ditujukan pada Mina itu.

Detik ketika Mina membuka matanya kembali, ia dihadapkan dengan pertarungan sengit antara pria tua tadi dengan seorang pemuda lain. Saat itu juga, ia bersumpah akan menyempatkan waktunya untuk menggali identitas si pemuda asing.

Mendadak pemuda itu berjalan ke arahnya dengan langkah-langkah lebar yang gagah dan menyambar lengannya, membawanya keluar dari bar pengap tersebut sementara pria kurang ajar tadi jatuh tersungkur dengan darah mengalir di philtrum-nya.

Wen Junhui namanya, dan keduanya menjalin persahabatan setelah itu.

+

Junhui tidak berubah, ia masih seseorang yang menyenangkan meski selimut kemisteriusan belum juga runtuh dari figurnya. Mudah sekali untuk jatuh cinta pada laki-laki itu lantaran sesuatu dari diri Junhui membuat pikiran Mina berlarian ingin menggapainya, berebutan ingin menarik atensinya.

“Aku tak percaya aku benar-benar bertemu denganmu lagi,” ujar Junhui, takjub akan ketidakmungkinan yang jadi kenyataan ini. “Sudah lamaaaa sekali.”

Mina tidak punya pilihan kecuali mengangguk. “Benar, memang sudah lama sekali.” Katanya lirih. “Aku senang kalau kau senang bertemu denganku.”

“Oh, ya, tentu saja. Memangnya siapa yang tidak senang bersua dengan gadis cantik sepertimu?” Junhui memberi gelakan kecil di akhir kalimatnya. “Apa kabar, Mina? Masih sama liarnya seperti dulu?”

“Tidak terlalu. Aku sudah bertobat, asal kau tahu. Perihal minggat itu terlalu kekanakan, lagipula aku benci harus bekerja alih-alih sekolah. Memalukan sekali mengingat cerita lama itu.”

Junhui bersiul, “Ow, aku ikut gembira kau telah disadarkan Tuhan.”

Ini hanya konversasi dangkal, Mina tahu, jadi ia mengirimkan senyum tipis ke arah Junhui alih-alih balik membalas. Ia tahu dirinya akan mengacaukan momen nostalgia ini kalau mulutnya mulai bertanya-tanya mengenai kemungkinan mereka, jadi ia memilih untuk menyesap kembali kopinya.

“Masih hitam, ternyata. Kau tidak banyak berubah, Mina. Kecuali rambutmu, tentu saja. Meski kuakui kau jadi kelihatan lebih dewasa dengan gaya sebahu begitu.”

“Ya, dan kau mengecat rambutmu.” Mina mengenang kembali surai cokelat milik Junhui sembilan tahun lalu, diam-diam merindukannya. “Meskipun aku lebih suka kau dengan rambut gelap.”

+

Wen Junhui tidak terlalu tua, itu hal kedua yang Mina ketahui setelah laki-laki itu memperkenalkan diri. 17.

“Kau juga belum dibolehkan untuk pergi ke pub!” teriaknya girang, merasa memiliki teman.

Junhui tertawa karena jeritan spontannya, menambahkan, “Ya, benar. Aku yakin kau lebih muda dariku, bukan begitu? Dasar delinkuen!”

Mina mencebik mendengarnya. “Aku terpaksa melakukan ini. Aku bahkan tidak ingin dekat-dekat dengan bar lagi setelah ini, tapi yah, kau tahu, uang bertahan hidup.” Jelasnya, setengah bercerita. Ia kemudian menutup mulutnya dengan telapak tangan setelah menyadari kebocorannya, berniat untuk meralat ketika Junhui menggeleng.

“Tidak perlu menjelaskan,” ujar laki-laki itu ramah. “Dan jangan takut untuk pergi ke dalam. Selama kau bekerja, aku akan selalu di sana. Melindungimu.”

Myoui Mina memang baru menginjak usia enam belas, tapi ia tahu ia mungkin baru saja dipertemukan dengan cinta sejatinya.

+

Makanan penutup yang manis-manis telah lama berakhir, dan Mina menemukan dirinya mulai kesulitan memfilter dialognya setelah gelas ketiga birnya. Kepalanya mulai terasa pening, namun bukan pusing yang membuatnya kesakitan, ia justru menyukai perasaan ini, perasaan yang membuatnya hidup.

“Hei, kau baik-baik saja?” wajah Junhui tiba-tiba terlihat sangat dekat. “Kau memejamkan matamu berkali-kali, mulai mabuk?”

Mina tertawa renyah. “Tidak, tidak. Tidak mabuk sama sekali. Aku mengedipkan mataku berkali-kali untuk meyakinkan diri kalau kau memang berada di sini, di depanku, dapat diraih dan diraba dan ada, bukannya trik-trik jahat yang dimainkan Tuhan.” Katanya tidak jelas, kemudian menambahkan. “Aku merindukanmu.”

Mulut Junhui terkatup di kalimat terakhir Mina. Sorot matanya yang tadinya lembut dan penuh kasih sayang mendingin seketika. Sayang, Myoui Mina telanjur sibuk menenggak gelas keempatnya untuk menyadari.

+

Entah siapa yang memulai, entah bagaimana, tiba-tiba saja Wen Junhui jadi bagian penting dalam kehidupan pelayan bar Mina. Laki-laki itu selalu ada di sana ketika tiba jam bekerja miliknya, kedua mata awas mengamati gerak-gerik Mina sampai kadang-kadang Mina merasa geli sendiri. Ia tidak membenci sensasi tusukan netra tajam Junhui sama sekali, sih, justru merasa dipedulikan, seakan-akan eksistensinya di bumi ini akhirnya bermakna bagi seseorang.

Kemudian guyonan-guyonan seorang kawan beralih menjadi lirikan genit, tawa menggoda, dan permainan mata. Alurnya tak begitu Mina ingat, tapi kalau ada satu hal yang paling menonjol dari pertemuannya dengan Junhui, itu pasti ciuman pertamanya.

Junhui adalah pencium yang hebat, Mina tidak bisa berbohong. Laki-laki itu begitu halus saat mendekapnya, seakan-akan Mina bisa runtuh kapan saja kalau ditekan sedikit. Dan Mina menghargainya, sangat.

Tahu-tahu saja mimpi-mimpinya tergeser. Myoui Mina tak lagi berkeinginan pulang dan meminta maaf kedua orang tuanya, ia tak lagi ingin melanjutkan sekolah dan kuliah, tak lagi tertarik dengan ide menjadi seorang dosen—cita-cita utama dalam kehidupannya. Ia rela menyingkirkan itu semua hanya demi Junhui seorang.

Impian terakhir yang Mina punyai adalah keinginan membuncah untuk menjadi milik seorang Wen Junhui.

+

“Junhui, maukah kau menciumku?”

Pertanyaan itu Mina lontarkan tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Kepalanya berputar dengan amat cepat dan pandangannya mengabur, namun ia masih merasa gembira lantaran sosok Junhui tak hilang dari penglihatannya. Hal itu membuatnya tenang, aman, dan ringan. Wen Junhui selalu punya efek begitu dalam dirinya.

+

Myoui Mina mencintai pemuda itu.

Junhui belum mengetahui ini, tapi Mina tak peduli. Satu-satunya hal penting dalam hidupnya saat itu adalah berada di dekat laki-laki itu. Ia habiskan kesehariannya dengan berkonversasi dengan Junhui, merayu Junhui, tertawa pada lelucon Junhui, memeluk Junhui, menggenggam tangan Junhui, mencium Junhui, menginginkan Junhui.

Telinga dan matanya seakan dibebat erat, sehingga ia bahkan tidak mengindahkan kenyataan bahwa tak ada satu pun hal pribadi Junhui yang ia ketahui. Tentu saja kecuali nama dan usia laki-laki itu, tapi selainnya? Tidak ada. Benar-benar tidak ada.

Mina buta akan probabilitas kalau suatu saat filantropi konyol tak jelas ini bakal berakhir.

Pada akhirnya, segalanya memang menemui akhir. Mina seakan-akan dipertemukan oleh kiamat ketika pada suatu malam segerombolan polisi menerjang masuk dalam bar tempatnya bekerja. Mereka tidak punya tujuan lain kecuali meringkus Mina.

“Tidak, aku bukan pelaku kriminal!” protes Mina waktu itu, kedua alis menjengit menjadi satu tatkala dua orang polisi bersiap menggiringnya.

Salah satu dari mereka berbaik hati menjelaskan, “Kau memang bukan pelaku kriminal, Nona. Dan kami tidak sedang menangkapmu. Ayah dan ibumu menemukanmu.”

+

Satu hal yang Mina sadari adalah, Junhui tak memenuhi permintaannya. Laki-laki itu tetap duduk di bangkunya tanpa menggerakkan satu pun otot. Otaknya refleks berpikir kalau telinga Junhui tak menangkap ucapannya dengan baik, maka ia mengulangnya kembali.

“Cium aku, Junhui.”

Junhui menarik lantas menghela napas. Ekspresinya sangat sulit untuk dibaca ketik Mina pada akhirnya mendongak dan memfokuskan diri. Duduk di hadapannya, bukan lagi Wen Junhui tujuh belas tahun yang memenjarakan tubuhnya dalam dekapan hangat dan cumbuan lembut. Kali ini ia berhadapan dengan Wen Junhui tujuh belas tahun yang mengatakan pada polisi kalau dirinya tidak terlibat sama sekali dengan Myoui Mina.

+

Mina memberontak setelah polisi selesai menjelaskan. Ia menendang bahkan menggigit para polisi itu agar dilepaskan. “Lepaskan! Lepaskan! Aku tak mau pulang!” serunya dengan kalap.

Junhui yang baru saja kembali dari kamar kecil segera menghampirinya. Laki-laki itu kelihatan panik dan khawatir, namun sebelum ia sempat melangkahkan kaki mendekat, seorang polisi terlebih dahulu menanyainya.

“Kau memiliki hubungan dengan Myoui Mina, Nak? Apa kau tahu siapa penculiknya?”

Dan sebuah tragedi besar dalam hidup Mina terjadi, peristiwa yang membuatnya berhenti melawan alih-alih memandangi Wen Junhui dengan tatapan tidak percaya, kejadian di mana Junhui mundur dua langkah, menjawab dengan begitu ringan dan tidak pedulinya,

“Tidak. Aku tidak mengenalnya.”

Terakhir, Mina dimasukkan dalam mobil polisi untuk dibawa pulang ke Jepang sementara satu-satunya hal yang terbersit di kepalanya adalah keinginan terbesar dalam kehidupannya bahkan sembilan tahun kemudian:

..bertemu kembali dengan Wen Junhui.

+

Sadarlah Mina. Segalanya terasa masuk akal sekarang. Alasan mengapa Junhui tak kunjung menciumnya? Alasan mengapa laki-laki itu berkata ‘aku tidak mengenalnya’ kepada polisi yang menangkap Mina?

Wen Junhui tidak mencintainya.

Kesadaran itu menerjang seperti badai, dan Mina harus menyandarkan punggungnya kembali ke bagian belakang kursinya sementara jantungnya berdentam dengan begitu menyakitkan.

“Bagaimana mungkin kau tidak mencintaiku?” tanyanya dengan suara parau. “Wen Junhui, bagaimana mungkin kau tidak mencintaiku?”

Junhui hanya menatapnya dengan kedua bola mata cokelat jernihnya yang kini terasa memedihkan alih-alih menggelikan.

Isakan keluar dari tenggorokannya, meski Mina tak berniat menunjukannya. Ia menunduk dengan mata memejam sementara punggungnya bergetar tidak keruan lantaran air mata tak henti berjuang keluar.

“Mina…” Junhui mengulurkan tangannya untuk menyentuh gadis itu, namun secara spontan Mina mengedikkan tubuhnya menjauh dalam gerakan defensif. Ia berakhir menarik tangannya kembali. “Maaf.”

Mina mendongak, bibir bergemetaran ketika ia mengajukan tanya, sekali lagi. “Bagaimana mungkin kau tidak mencintaiku setelah semua ini, Wen Junhui? Aku kembali ke sini setelah berhasil mendapat gelar sarjanaku, berniat untuk hidup di sini meskipun itu artinya aku akan jauh dari keluargaku. Meskipun itu artinya aku akan menggugurkan mimpiku yang lain yang hanya bisa kuwujudkan kalau aku berada di Jepang sekarang. Bagaimana mungkin aku bisa mencintaimu dengan begitu dalam dan kau tidak?”

“Aku tidak tahu, Mina. Sungguh maafkan aku.” Junhui memijat pelipisnya seakan-akan mengobrolkan ini membuat kepalanya pusing. “Aku hanya… tidak menginginkanmu.”

Ucapan Junhui menohok Mina lebih dalam lagi. Ia merasa mati rasa dan tak bisa melakukan apa-apa.

“Segalanya memang terasa indah ketika aku berusia tujuh belas dan kau enam belas, tapi sembilan tahun setelahnya? Tidak lagi, Mina, maafkan aku.”

Ya Tuhan. Ya Tuhan. Ya Tuhan. Terkutuklah Wen Junhui. Terkutuklah dirinya sendiri atas kedunguannya. Terkutuklah takdir menyerikan ini. Terkutuklah perasaannya. Terkutuklah Myoui Mina karena telah mencintai Wen Junhui.

Maka Mina bangkit, mengumpulkan barang-barang dan harga dirinya yang tersisa. Ia mengusap air mata yang masih nakal mengalir dengan kasar, lantas berbalik menjauhi meja dengan Junhui di satu sisinya, tidak menoleh lagi meski laki-laki itu meneriakkan namanya berkali-kali.

Myoui Mina punya banyak sekali impian, sayang ia mengejar satu yang salah.

fin.

Finished: 23:03 | June 11, 2016.

diikutkan di event TWICEFFI, dan alhamdulillah berhasil keluar sebagai pemenang juara pertama.

6 thoughts on “Chasing The Wrong One

  1. OMG MEY!! BENERAN YHA AKU BARU KEMAREN BANGET MENGKHATAMKAN NAMA-NAMA MEMBER SEVENTEEN TERUS SEKARANG……..ARGH!!! Ih aku notis jun gampang banget jadi langsung hafal huft keren bet doi pas live perform very nice hahahah xD MANA PAKE IKET KEPALA KEBAYANG MEY KARAKTERNYA OMYGOD. Btw maafkeun aku berisik banget pagi-pagi huhuhuhu :(( aku suka aku sukaaaa! Dan yeeeey congratttsss ini bagus bangeeeet congrats buat 1st placenya yaaa mey hihihihi. Keep writiiiing 😸😸

    Like

    1. jadi bagaimana kak kesan ngapalin bocah seventeennya apakah susah??? wkwkwk.
      ya Allah kak fik tahu ga dulu member yang aku apal duluan adalah jun, iya karena mukanya kayak heechul versi lebih tajam dan manly huhu :

      Like

  2. Aku tau twice sama seventeen tapi jujur personilnya cuma tau beberapa…
    Tapi kenapa pas bacanya langsung jatuh cinta…
    Nice ff

    Like

Leave a reply to Authumnder Cancel reply