[Oneshoot] Tell Me Goodbye + Still


tell-me-goodbye-by-meydaawk

Title: Tell Me Goodbye + Still

Author: @MeydaaWK

Cast:

-Choi Sooyoung

-Cho Kyuhyun

-Im YoonA

Genre: Sad

Rating: Teenager

Length: Oneshoot

Credit Poster:: ThanKyu Unn Jess >< (MyFishyworld.wordpress.com)

Author Note:

Annyeong~

Saya balik bareng Oneshoot yang saya campur dengan Drabble yang udah lama saya post, yaitu Still. Yang pernah baca berarti readers setia saya xD

Oke, sebenernya saya gak punya ide buat bikin AS-nya Still. jadi deh saya bikin BS-nya keke ><

Disini dijelasin kenapa Kyuhyun ninggalin Soo ._.

Oke deh, langsung aja.

Oh ya, My Fault-nya saya post hari minggu ya ^^

Maafkan saya karena saya bikin sad ff, salahkan Departemen Pendidikan yang membuat saya pusing karena ujian2 *gaknyambung. Salahkan juga Kyuhyun yang gak kunjung ngelamar Soo Unnie ><

Oke deh…

Check It Out!

Happy Reading~

____________

Author’s POV

Jangan datang. Kumohon, jangan datang.”

“Omong kosong. Kau yang memintaku kesini, maka aku akan datang.” Sergahku sambil terkikik di ponsel.

Kalau begitu, aku minta maaf.

Aku mendelik. Kenapa tiba-tiba minta maaf?

“Ya! Kyuhyun-ssi, ada yang terjadi denganmu?” tanyaku sambil mengeratkan mantelku dengan tangan kiri. “Kau baik-baik saja, kan? Otakmu tidak terbentur sesuatu kan?”

Dia tidak menjawab, kemudian, sambungan telepon itu malah mati.

Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya, atau mengapa dengannya. Tidak biasanya dia begini. Biasanya, dia akan meneleponku hanya untuk marah-marah karena aku terlambat lagi. Tapi sekarang dia malah memintaku untuk tidak datang. Padahal, dua jam yang lalu dia menelepon, memaksaku untuk datang ke kafe tempat kami janjian. Memang aneh perilakunya itu.

Aku memasukkan ponselku ke dalam saku dan merapatkan mantel, udara sedang dingin. Dan bukan tidak mungkin hujan akan turun. Aku menyesal kenapa aku tidak membawa payung. Nah, sekarang kafe sudah terlihat. Sebentar lagi aku akan sampai. Aku menghela napas senang membayangkan sensasi ketika spageti carbonara menyentuh lidahku dan ketika jus mango kesukaanku mengalir di kerongkonganku. Oh sial, aku begitu kedinginan, kelaparan, dan kehausan sekarang.

Di depan kafe aku mengambil ponselku yang dalam modus mati dan memandang tampias bayanganku disana. Oke, aku terlihat baik-baik saja. Aku masuk dan berjalan menuju meja tempat kami biasa duduk.

Kyuhyun sudah datang dan tengah memandang ke arah lain. Taruhan deh, dia bahkan tidak melihatku berjalan ke arahnya.

“Hai!” sapaku keras-keras sambil menjatuhkan tas selempangku ke atas meja yang lebar dan menarik kursi lalu mendudukinya. “Sudah menunggu lama?”

“Aku lebih senang kalau kau tidak datang.”

Aku mencibir, tahu benar bahwa dia hanya sedang menyindirku. Maksud sindirannya itu adalah karena aku sangat lama—menurut pendapatnya saja—dan dia kesal. Tapi entah mengapa, biasanya dia menyindirku dengan ekspresi dingin dan evil. Tapi kali ini, yang ada pada raut wajahnya justru raut wajah sendu yang begitu tenang yang sama sekali tidak kukenal. Aku senang tidak lagi mendengar kata “Tadinya aku mau pulang saja, tapi kau keburu datang. Aku sudah menunggumu dua jam yang lalu” bla-bla-bla. Tapi entah mengapa, sekarang aku malah tidak suka melihatnya diam begini.

“Soo, aku—”

“Sebentar,” selaku buru-buru. “Aku lapar, kehausan, dan kedinginan. Aku mau memesan dulu. Lalu setelah selesai makan, kau boleh mengatakannya.”

Kyuhyun menghela napas. Tidak seperti biasanya juga. Biasanya, emosinya akan meledak-ledak dan bahkan dia tidak segan membantahku ketika aku mengatakan/menyelanya seperti ini.

Pelayan datang dan aku mengatakan pesananku, kemudian dia kembali pergi dan aku sama sekali tidak melihat Kyuhyun mengeluarkan PSP-nya. Dia begitu tenang dan menatapku dengan sendu. Aku tidak tahu hal apa yang ingin dikatakannya, tapi aku yakin hal itu tidak begitu penting. Maksudku, mungkin penting baginya, tapi tidak begitu penting bagiku.

“PSP-mu rusak, ya? Mau kupinjami?” tanyaku, menyaksikan dengan heran ketika dia masih sibuk menatapi pemandangan dan bukannya duduk bersandar, mengeluarkan PSP mungil canggihnya dari sakunya kemudian memainkannya.

Kyuhyun menggeleng dengan sangat tenang.

“Kau tidak apa-apa, kan?” aku merasakan luapan kekhawatiran—yang belum pernah terjadi kepadaku—berkumpul di sudut diriku dengan sangat mengerikan.

“Gwenchana.” Sahutnya, menatapku dalam diamnya yang menyakitkan. Aku belum pernah melihat Kyuhyun diam selama dua menit lebih—kecuali jika sedang sakit atau ketika tidur—dan karena itu aku begitu  heran dia tidak mengomentari penampilanku, rambutku, wajahku, make-up-ku, atau sepatu yang kupakai.

“Tidak mungkin kau baik-baik saja.” Omelku, menyentuh dahinya dengan bagian belakang tanganku. Hangat. “Kau pasti sakit. Badanmu hangat.”

“Sudah kubilang aku tidak apa-apa.”

Pelayan datang dan meletakkan pesananku, kemudian kembali pergi.

“Kau tidak pesan makanan?” tanyaku ketika melihat yang ada di hadapan Kyuhyun hanyalah cappucino.

“Aku kenyang.”

Oh, baiklah. Dia selalu menjawab pertanyaanku yang panjang dengan satu atau dua kalimat saja. Jadi, daripada mendengar Satu-Dua-Kalimatnya yang mengkhawatirkan, aku lebih memilih sibuk dengan makananku.

________

“Sudah selesai?” tanya Kyuhyun ketika aku meletakkan sendokku ketika mie-mie dalam piringku sudah habis. Sementara aku menghirup jusku dengan semangat, Kyuhyun hanya menunduk dan memandangi tangannya yang ada di bawah meja. Apa tangannya yang jelek itu lebih bagus daripada aku?!

“Sudah.” Kataku, sambil menelan potongan kismis dalam jusku.

Kyuhyun menghela napasnya dengan gugup. Apa sih yang kepingin dia katakan? Kenapa sampai segugup itu? Apa dia berencana melamarku? Ah iya! Waah, hebat sekali! Aku tersenyum-senyum sendiri sambil memikirkan hal romantis (atau tidak romantis sama sekali) yang menjejali kepala Kyuhyun sekarang.

“Kau kenapa?” tanyanya dengan bingung, sementara sorot matanya terlihat putus asa. Dan itu membuatku menghapus ‘Lamaran-Romantis’ dari otakku secara langsung. Yang pasti bukan itu.

Aku menggeleng.

“Sooyoung-ah, jeongmal jeongmal mianhae…” katanya sambil menunduk.

Apa yang dia lakukan?! Kenapa minta maaf padaku seperti ini? Apa dia menghamili anak orang tanpa sepengetahuanku?!

“Kita—kita… kita harus berhenti sampai disini.”

“Kenapa?!” aku mendengar suaraku melengking penuh kekagetan dan ketakutan. “Ada yang terjadi?! Apa kau menghamili yeoja lain?”

“Kenapa pikiranmu seyadong itu?” kata Kyuhyun. Aku tahu dia berusaha bercanda, tapi yang kulihat hanyalah senyum pahit dan air mata menggenang di matanya. Jika dia hampir menangis begini, aku pastikan bahwa itu bukan hal main-main.

Jawab aku.” Suaraku bahkan tercekat di kerongkongan dan air mata bersudut.

“Jeongmal mianhae. Kau tahu, kau seharusnya tidak datang.”

Kyuhyun-ah, please, answer me..” nada suaraku penuh keputusasaan sehingga aku kaget mendengar aku masih bisa mengeluarkan suara.

“Aku hanya ingin kau berhenti mencintaiku, karena aku juga akan melakukan itu.”

Kenapa kau berpikiran sedangkal itu? Kau bahkan tahu aku mencintaimu?!”

“Jangan menangis, kumohon. Itu terlalu baik untukku. Kumohon, jangan menangis.” Suaranya bergetar dan sarat akan penderitaan.

“Kutanya, apa alasan di balik ini?” tanyaku dengan air mata mengalir.

“Kau akan tahu itu, suatu saat. Sekali lagi, maafkan aku.”

Aku tidak tahu hal apa yang kulakukan saat ini, tapi aku yakin sekali bahwa aku menghancurkan gelas dan piring yang ada di hadapanku dalam sekali lempar kemudian keluar dari kafe itu dengan hati yang hancur dan air mata menetes-netes.

Aku tidak tahu mengapa dia tega melakukan ini kepadaku. Aku tidak tahu kenapa kami harus putus—aku tahu dia mencintaiku, dan perasaanku, jangan tanya—dan kenapa kami harus berpisah. Aku benar-benar tidak tahu.

Ketidaktahuan ini begitu menyakitiku sampai rasanya aku ingin kembali ke kafe hanya untuk menyambar pecahan kaca dan menggoreskannya di nadiku.

_____________

“Kau seperti zombie saja sejak diputuskan Kyuhyun,” sindir Yuri sambil menggoyang-goyangkan ranjangku hingga mengeluarkan suara berderit. “Ayolah, banyak lelaki disana. Kita bisa mencarinya kalau kau mau.”

Aku muak. Benar-benar muak.

“Eh, Soo, tahu tidak, kemarin ada mahasiswa baru. Dia sangat cantik.”

Aku tidak tertarik dan hanya memandang keluar dengan kosong.

“Kalau kau mau, aku akan mengenalkannya padamu.”

“Kau bilang dia laki-laki, kenapa dia cantik?” tanyaku, menyadari responku yang sangat lambat.

Yuri terkikik dengan genit, mengeluarkan dua jarinya dan menjulurkan lidah.

“Dia memang cantik. Dan ada—ah, aku tidak boleh mengatakan ini.” Katanya tiba-tiba sambil menutup mulutnya dengan tangan kiri dan mengeluarkan ponselnya.

“Apa? Ayo katakan saja!”

“Janji kau tidak akan menangis?”

Aku mengangguk, merasa tidak yakin.

“Kemarin Kyuhyun Sunbae bergandengan tangan dengan Yoon Ah.”

Itu bukan ucapan. Itu belati.

Aku diam selama beberapa detik, sebelum mendorong Yuri keluar dari kamarku, mengunci pintu, kemudian menangis sejadi-jadinya di balik lindungan selimut tebalku. Aku memegang erat selimutku, berusaha menyalurkan rasa sakitku kesana. Tapi, meskipun aku sudah berusaha sekuat tenaga, tangisku tetap tidak terbendung.

Oh, Tuhan, sekarang bisakah Kau menjelaskan tentang sesuatu di antara Kyuhyun, aku, dan Yoon Ah? Sejak kapan Kyuhyun dekat dengan Yoon Ah!? Sejak kapan…

Kepalaku pusing. Oh Tuhan…

___________

“Akhirnya kau berangkat juga!” seru Yuri sambil tertawa riang.

Aku hanya diam, tidak berusaha menunjukkan ekspresi tertarikku atau senyumku.

“Sooyoung-ah, gwenchana?” tanya Yuri hati-hati sambil meletakkan ponselnya di atas meja di sampingku. Kelas sedang sepi hari ini karena kami berangkat setengah jam sebelum bel masuk.

“Tentu saja aku baik-baik saja. Bodoh rasanya menangisi orang yang bahkan sudah menggandeng tangan yeoja lain.” Sergahku, berkata berbohong ini adalah salah satu strategi untuk membentengi hatiku dengan kebencian dan kebohongan. Meskipun sebenarnya, itu tidaklah benar.

“Kalau begitu, apa kau lapar? Ayo kita ke kantin.”

Aku tidak lapar. Tapi jika aku mengatakan tidak lapar, Yuri akan tahu bahwa aku tidak baik-baik saja karena semua orang tahu bahwa aku selalu lapar.

Jadi, akhirnya aku mengangguk dan kembali mengangkat tasku keluar dari kelas.

“Ada kabar baru yang tidak kutahu?” tanyaku sambil mengutak-atik ponselku sambil berjalan. Tidak banyak yang bisa kulakukan dengan ponselku yang kosong ini. SMS, tidak. Telepon, tidak. Mungkin aku akan browsing saja.

“Ah, ya. Kemarin Sungmin Sunbae ditolak mentah-mentah oleh seorang gadis. Miss Hwang dilamar oleh Shin Ssaem di lapangan. Dan kabar tentang Kyuhyun itu.”

Aku mengangguk-angguk, berusaha tidak menampakkan isi hatiku yang terdalam kepada Yuri. Kami sampai di kafeteria, Yuri mencari kursi sedangkan aku memesan makanan.

“Kursi pojok, nomor sepuluh ya!” seru Yuri ketika aku berjalan ke tempat memesan. Disana sangat ramai dan penuh, sehingga aku harus mengantri lama sebelum tiba giliranku.

“Dua ramyun, satu Diet Coke, dan satu jus apel.” Tuturku sambil menahan tasku dari desakan mahasiswa-siswi kelaparan di belakangku. Mereka bisa sangat ganas jika dalam keadaan seperti ini.

“Dua nasi goreng kimchi.” Kata orang disampingku.

Aku begitu mengenal suaranya. Namun, leherku sakit bahkan untuk sekedar menoleh menatapnya. Aku tidak sanggup melakukan apapun—apapun setelah mendengar ucapan Yuri tentang dia yang berkencan dengan Yoon Ah kemarin—dan hanya berdiri membisu menunggu pesananku selesai dengan tubuh bergetar menahan air mata.

Pesananku datang, dan aku langsung menyambar baki itu dan berjalan pergi. Aku tiddak bisa memandangi wajahnya dan hanya sanggup melihat sepatu dan celana jinsnya saja. Tidak apa-apa, kataku dalam hati sambil menggigit bibir, itu sudah cukup.

“Ramai sekali, ya?” tanya Yuri ketika aku meletakkan baki itu ke atas meja dan duduk.

Aku hanya mengangguk, tetap menunduk sambil menghadap makananku—berusaha tidak membuat Yuri tahu bahwa aku sedang menahan tangis.

Aku tidak tahu mengapa, tapi rasanya sakit sekali ketika tahu bahwa aku hanyalah orang yang merasa sedih di balik kandasnya hubunganku dengan Kyuhyun baru-baru ini. Dan aku tidak sanggup melihatnya tanpa-menangis.

Itulah kenyataannya.

Bahwa, sejak kami berpisah,

Aku sendirian dan dia berdua.

___________

Sender : <Not found>

Soo, bisakah kita bertemu di kafe biasa? Tidak apa-apa kalau kau tidak datang. Sekarang.

 

Aku menghela napas membaca SMS-nya itu. Benar, aku menamai kontak Kyuhyun dengan ‘Not-Found’ karena menurutku itulah yang paling tepat untuknya. Aku juga tidak menghapus kontaknya atau mengganti GSM-ku karena toh itu percuma. Aku tahu dia tidak akan menghubungiku setelah ini. Tidak akan jika Yoon Ah ada di sampingnya. Dan aku mengerti itu.

Dengan rasa sakit yang tidak mengada-ada, aku mengambrukkan diriku sendiri di atas tempat tidur dan berusaha keras agar aku tidak menangis kembali. Apa yang ada di pikiran Kyuhyun sebenarnya?! Setelah menyakiti hatiku secara perlahan-lahan, dia memintaku bertemu dengannya. Apa dia tidak berpikir bahwa itu dapat membuatku jatuh semakin dalam dengan dirinya? Apa dia tidak sadar jika aku akan semakin terluka jika seperti ini?

Oh, tentu tidak. Dia punya Yoon Ah. Dan aku yakin sekali dia lebih senang mengkhawatirkan Yoon Ah ketimbang aku.

Rasanya sekarang aku mau muntah.

___________

Oke,  aku tahu aku sangat bodoh sekarang. Benar-benar bodoh, idiot, dan tidak tertolong lagi. Aku tahu seharusnya aku tidak berangkat ke kafe itu seperti sekarang. Toh aku tidak yakin Kyuhyun masih disana setelah sejam penuh menunggu.

Tapi, aku datang.

Dalam pikiranku, aku bisa mendengar kejelasan mengapa dia mempermainkanku seperti ini. Aku juga bisa memukulnya—dan mencaci makinya mungkin—jika alasan itu sama sekali tidak masuk akal, atau terlalu menyakitkan bagiku. Misalnya saja jika Kyuhyun mengatakan bahwa selama ini dia hanya menganggapku teman/adik/saudara/bla-bla-bla, aku akan langsung membanting meja—kalau aku kuat, aku akan mengangkat meja itu dan menggempurkannya ke kepalanya. Itu untuk memulihkan otaknya yang idiot dan untuk membuatnya sadar bahwa aku bisa seganas serigala sekalipun.

Tapi, meskipun aku sudah memikirkan hal-hal itu, aku tetap beranggapan bahwa aku merasa sangat sakit disini. Bukan apa-apa, tetapi dia memutuskanku, lebih tepatnya lagi, dia meninggalkanku karena Yoon Ah. Itulah hal paling menyakitkan.

Oh My God, karena sibuk berbicara sendiri, aku baru sadar bahwa aku sudah sampai di depan kafe itu. Dengan cepat aku mengecek penampilanku sendiri. Memang benar jika Kyuhyun sudah tidak mencintaiku—astaga, kenyataan ini membuatku ingin menangis lagi—tapi tidak ada salahnya kalau aku terlihat cantik di hadapannya.

“Kau datang,” kata Kyuhyun begitu aku sampai di hadapannya.

Aku hanya mengangkat sudut bibirku dengan sinis dan duduk di hadapannya.

“Apa kau ingin memesan sesuatu?” tanyanya.

“Kalau aku mau pesan, aku bisa pesan sendiri.”

Aku tahu aku terlihat sangat sinis disini. Ditambah dengan wajahku yang kutata sedemikian rupa. Tapi, lebih jahat siapa: aku atau dia?!

“Aku hanya ingin menjelaskan semuanya.” Katanya sambil menunduk.

Oh, God! Kalau aku tidak ingat kejamnya dia kepadaku, aku pasti sudah memeluknya sambil membisikkan kata-kata untuk menenangkannya. Aku heran kenapa dengan wajahnya itu, aku bisa sebegitu membencinya, meskipun rasa benci itu masih kalah besar dengan rasa cintaku.

“Ya, itu sangat perlu. Dan memang itu maksud kedatanganku.”

“Aku dan Yoon Ah, kami—”

“…berpacaran.” Potongku dengan cepat. “Aku tahu itu, jangan membuang-buang waktu dengan menjelaskan sesuatu yang sudah kutahu.”

“Kau salah. Bukan begitu hubungan kami.”

Tiba-tiba aku seperti melihat kilatan cahaya di depan mataku. Mungkin Kyuhyun hanya bercanda ketika  memutuskanku kemarin. Mungkin ini semua hanyalah kesalahpahaman.

“Kami sudah… bertunangan.”

Sesak. Sesak sekali disini. Dengan tangan kananku aku meremas kemejaku yang panjang di bawah kursi. Rasanya cairan bening dari kedua bola mataku memaksa keluar dengan sangat kuat. Padahal aku berharap hubungan kami akan baik-baik saja, kembali seperti dulu. Tapi kenyataannya dia malah mengatakan sesuatu yang membuat harapanku terhempas begitu saja. Membuatku semakin terluka dengan perkataannya. Tidakkah dia mengerti bahwa kata bertunangan artinya adalah 0 persen untukku bersamanya kembali? Apakah dia menyadari betapa hancurnya hatiku sekarang? Jika dia sudah bertunangan kenapa dia menjalin hubungan denganku dan membuat diriku merasa diinginkan? Kenapa dengannya?! Apakah dia gila?!

“Mianhae, jeongmal mianhae.”

Aku lelah, benar-benar lelah. Dadaku sesak dan air mataku membuncah keluar. Aku tidak bisa menahannya lagi. Dan akhirnya, segala rasa sakitku itu keluar dengan cepat membuat Kyuhyun terperanjat. Apa dia mengira aku tidak terluka dan tetap baik-baik saja setelah apa yang dilakukannya?

“Kami ditunangkan. Keluarganya dan keluargaku adalah kolega dekat, dan perusahaan keluarga Yoon Ah sedang dalam ambang kehancuran. Appa-nya tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan kepada keluargaku. Namun, Appaku malah merencanakan perjodohan ini. Awalnya aku menolak itu dengan keras. Tapi kau tahu, aku tidak ada apa-apanya dengan Appa dan Eommaku.”

Aku menunduk sangat dalam dan membiarkan isakanku keluar. Tuhan, kenapa semua ini terjadi? Kenapa bukan aku yang dijodohkan dengannya? Kenapa harus Yoon Ah? Apa salahku? Apakah karmaku sejelek itu sehingga mendapatkan orang yang kucintai saja aku tidak bisa?

“Aku masih mencintaimu, Soo. Benar-benar mencintaimu.” Ucapnya dengan nada putus asa. Tangannya menggapai jemariku dan menggenggamnya seolah menguatkanku. “Tapi kau tahu, perasaan ini tidak bisa diperjuangkan lagi…”

Dia menyerah. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan daripada ini. Dia, berkata masih mencintaiku, namun menolak memperjuangkan cinta kami. Dia memilih Yoon Ah. Dan aku, tidak mempunyai hak untuk sekedar menolak ataupun memaksanya tinggal.

Hubungan kami kandas.

“Aku hanya memintamu satu hal, berhenti mencintaiku dan berpalinglah kepada namja lain. Jangan pernah mengingat hubungan ini lagi…”

“Kau mudah mengatakan ini!” jeritku dengan air mata berlinangan. “Kau mudah, kau bisa melakukan ini. Kau punya Yoon Ah yang sebentar lagi dapat kaumiliki seutuhnya! Kau bisa lepas dariku dan berbalik mencintainya karena memang itu yang seharusnya kau lakukan! Tapi tidak bagiku…” aku menangis tersedu-sedu sambil mendekap erat dadaku. “Pernahkah kau mendengar pepatah, bahwa yang meninggalkan, dan yang ditinggalkan? Kau tahu?”

Kyuhyun menggeleng dengan mata memerah.

“Bahwa… yang meninggalkan akan lebih mudah melupakan, berjalan menggapai masa depan. Tapi tidak dengan yang ditinggalkan, dia akan tetap terpancang pada bayangan yang meninggalkan dan untuk melupakannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Itu cukup menjelaskan bahwa yang paling terluka disini adalah aku.”

“…”

“Tak bisakah kau menolak sekali lagi…?” aku memohon sambil menggenggam erat tangannya di depan dadaku. Aku yakin sekali kami sudah menjadi tontonan disini. “Aku mohon, Kyu. Kalau kau melakukan itu, aku janji akan memanggilmu Oppa, aku janji tidak akan bawel lagi, aku janji tidak akan mengganggumu ketika kau bermain PSP, aku janji tidak akan—”

Gelengan kepalanya sudah cukup membuatku tahu bahwa hal itu mustahil.

“Aku mencintaimu, Cho Kyuhyun…” rintihku sambil menangis terisak. Benar-benar sakit rasanya disini. Aku tidak bisa. Tidak bisa. Tidak bisa.

“Aku mohon, berhenti mencintaiku. Dan mulai sekarang, benci aku.”

“Aku tidak bisa! Kau tahu aku tidak bisa. Tolong…”

Kyuhyun menggeleng, kemudian meninggalkan aku sendirian.

 

Tell Me Goodbye END

_____________

Still On

Author POV

 

“Ini pasti yang terbaik,”

“Tidak. Ini tidak boleh! Oppa!” teriak Sooyoung sambil berusaha menarik lengan Kyuhyun yang telah melangkah menjauh.

Kyuhyun hanya terus berjalan tanpa menoleh lagi, meninggalkan Sooyoung yang tengah menangisi kehidupan cintanya.

Oppa bisa dengan mudah meninggalkanku, melupakanku, tapi aku tidak.

“OPPA!” Sooyoung kembali berseru, terduduk. Mantel tebalnya kotor, salju yang sangat putih membasahi permukaannya.

Semuanya berakhir… sekarang.

 

            _______________

Sooyoung menatap dua meja di depan kursi tempatnya duduk itu. Matanya mengikuti setiap gerak dan ucapan yang dilakukan pasangan itu. Kyuhyun dan Yoon Ah.

“Soo? Kau masih sadar kan?” tanya namja di depannya, Shim Changmin.

“Ya, tentu saja.”

“Ini makananmu,” Changmin menyodorkan baki berisi mangkuk dan cangkir keramik ke depan. “Kenapa tidak kau makan?”

“Karena—aku tidak bisa…” Seketika, tangis Sooyoung kembali pecah. “Aku tidak bisa! Aku tidak bisa!!” Serunya, lalu menghampiri Kyuhyun di mejanya. “Oppa senang bisa melihatku seperti ini?! Sudah kubilang AKU TIDAK BISA!!”

“Apa-apaan kau ini!” Kyuhyun balik berseru. “Sudah kubilang, hubungan kita berakhir sampai disini! Kau harus bisa menerima ini!”

“Tapi aku tidak bisa!! Aku mohon Oppa, kembali padaku…”

“Shireo!”

Changmin hanya menatap Sooyoung dengan kasihan.

“Oppa! Aku mohon….”

“Shireo!” Kyuhyun mengulang ucapannya sambil menyeret Yoon Ah keluar dari kafe tersebut.

Aku tidak mengerti, kenapa ini harus terjadi padaku…

            Just Tell Me….

            I’m Just Not Understand…

            Please, Make Me Understand.

Melihat Mobil Kyuhyun menghilang… Sooyoung menghentikan tangisannya, lalu menghambur keluar dari kafe tadi.

 

            _______________

“Kita akhiri saja semua ini, Choi Sooyoung.” Bisik Sooyoung kepada dirinya sendiri. Tangannya mencengkeram erat pisau tajam. Dia tersenyum, dengan sedih, lalu mulai menggores pisau tadi ke urat nadinya.

Tes…

Segumpal darahnya menetes dengan kecepatan tinggi, menyusul dengan temannya.

Cause you….

Sooyoung terjatuh, lalu perlahan kesadarannya menghilang.

I’m Understand, now

You Just Not Want Me…

You Want She.

 I’m Just Your Ex-Princess.

 But, I Still Love You…

E N D

Akhirnya selesai juga ><

Maaf ya kalo ini aneh, jelek, bla bla. saya tahu kok ._.

Ghamsahamnida udah like, read, and comment ^^

65 thoughts on “[Oneshoot] Tell Me Goodbye + Still

  1. Sad ending:'( syang bnget kyuppa gak prjuangin cintanya sma syo eon, syo eon smpe bnuh diri😫 nice ff👍

    Like

  2. Annyeong reader baru.,
    Ahh.sad ending yah . Mereka gak bersatu sedih banget . Apa kyu oppa gak bsa perjuangin cintanya ? Bukannya di sayang ama soo eonni

    Like

Tell Me Your Wish?  ̄ε ̄)